Tahapan Tumbuh Kembang Anak


Baca Juga: Lagu Anak Indonesia

Menurut kalian, penting tidak sih, membuat kurikulum keluarga? Bagiku sih penting, ya. Karena kita jadi tahu goals kita apa dan perkembangan sesuai usia anak yang didapatkan apa saja?

Jadi, kita tidak semata-mata hamil, melahirkan, lalu hanya dikasih makan, sekolah, lalu selesai, yang penting hidup. Istilahnya begitu. Jangan sampai seperti itu, ya. Jadi kita pun harus tahu usia berapa anak harus diajarkan mandiri, kapan anak bisa kita ajarkan bertanggung jawab untuk keluarganya, dan sebagainya.

Peta Tumbuh Kembang Anak

Ternyata sejak anak lahir, mereka memiliki nama-nama istilah seperti, usia biji, kecambah, berbunga, dan berbuah, hingga akhirnya kitalah sebagai orang tuanya akan memanen saat usianya dewasa. Yuk, kita simak apa saja sih target-target buah hati kita sejak lahir.

Usia Biji (0-2 tahun) Target: Fisik


Ilustrasi anak melompat / Foto: Pexels.com / Hotaru


Kita patokannya hingga usia akhir ditambah 11 bulan ya. Jadi misalnya, 2 tahun. 2 tahun 11 bulan, ya Mom.

Fisik: Tidur, main, makan, pakai celana, BAK dan BAB, jalan, bicara. Maksudnya adalah, sejak bayi anak dipisahkan kasurnya dengan orang tua, sehingga anak belajar mandiri. Kecuali, ketika ingin mengASIhi baru boleh menjadi satu kasur dengan orang tuanya. Setelah anak kenyang barulah letakkan kembali di kasurnya.

Kenapa tidak boleh dijadikan satu kasur dengan orang tua? Agar anak terbiasa tidur sendiri, tidak ketergantungna dengan orang tua, dan aktifitas kedua orang tuanya tidak diketahui atau dirasakan oleh anak.

Lalu untuk main, biarkan anak sesekali bermain sendiri, agar anak dapat mengobati kesepiannya sendiri, apabila sewaktu-waktu kita dipanggil Allah. Untuk makan, ajari anak makan sendiri sejak ia MPASI, boleh kita suapkan, tetapi ketika anak finger food, biarkan ia memegang dan mengambil sendiri. Pada usia dua tahun, itulah waktu terakhir anak untuk kita suapi.

Ajarkan anak BAK dan BAB di toilet. Sejak usia 24 bulan waktu yang tepat untuk mengajarkan anak toilet training. Karena, saat usia inilah anak sudah mulai memahami isyarat-isyarat dalam tubuhnya. Sudah mulai bisa belajar bicara sedikit-sedikit. Sehingga ketika ia akan membuah hajatnya, ia bisa mengatakannya.

Sosial: Mengenali orang sekitar. Sejak usia ini anak sudah paham mana orang yang sering ditemui dan jarang ditemui. Jika ada anak ketika bertemu orang yang jarang ia lihat, langsung mengumpat dibelakang kita atau minta gendong, hal ini wajar. Karena, anak mengetahui mana yang membuat ia nyaman dan tidak, mana yang sering ia temui dan jarang temui.

Finansial: Melihat proses jual beli. Saat usia ini anak baru mengamati proses ayah bundanya sedang bertransaksi jual beli.

Agama: Mendampingi proses ibadah orang tua. Sering kan kita ketika hendak ibadah, si kecil kita letakkan di sebelah kita? Nah proses inilah yang dikatakan anak mendampingi orang tua beribadah.

Usia Kecambah (3-4 tahun) Target: Fisik

Fisik: Tidur, mandi, menulis, cebok BAK, bantu pekerjaan rumah tangga, merapikan mainan.

Tidur, ketika usia 3 tahun anak mulai diajarkan tidur di kamarnya sendiri. Bagaimana jika belum memiliki rezeki untuk membuat kamar anak? semoga Allah mudahkan rezekinya, ya. Sementara boleh pakai kasur terpisah dahulu, ya Mom.

Maka dari itu sejak bayi kita ajarkan tidur terpisah agar ketika anak menginjak usia 3 tahun dan memang harus tidur sendiri, ia sudah siap.

Menulis, ketika di usia kecambah, anak mulai diajarkan menulis atau sekedar diberikan alat tulis pada usia 4 tahun 11 bulan. Kenapa tidak sejak kecil diberikan? Karena, menghindari anak mencorat coret tembok. Untuk melatih motoriknya, bisa kita bantu latih dengan cara mengerjakan pekerjaan rumah, seperti memetik bayam, kangkung, daun-daun lainnya, bisa juga mencuci beras. Dengan cara seperti itu, maka motorik anak pun terlatih.

Ketika anak BAK maka ajarilah ia untuk melakukan cebok sendiri, sama seperti mandi, biarkan anak melakukannya sendiri. Terakhir kita koreksi, jika masih ada sabun, tidak ada salahnya kita bilas ulang. Setidaknya kita sudah mengajarkan anak untuk mandiri, dan semua membutuhkan proses.

Merapikan mainan. Terkadang banyak orang tua yang lelah hingga kesal karena mainan anaknya bertaburan kemana-mana. Rumah sudah seperti kapal pecah, berantakan. Baru dirapikan, sudah berantakan lagi, ada yang merasa seperti itu?

Berikan mainan pada anak, usia anak + 1. Misal, anak usianya 3 tahun, maka tambahkan 1 jadi total mainan yang dimainkan anak 4 buah. Sebelum bermain buatlah kesepakatan, setelah bermain tolong dirapikan kembali. Agar anak terlatih kemandiriannya dan tanggung jawab atas dirinya. Anak yang memainkan mainannya, seharusnya ia lah yang merapikannya kembali.

Jika kita sudah tahu tips ketika anak bermain seperti di atas, insyaallah minim stress dan rumah akan rapi.

Sosial: Mengelola emosi dan membuat pilihan.

Pada usia ini anak biasanya mengalami tantrum. Di sinilah tugas kita untuk mengajarkan buah hati mengelola emosinya. Misalnya, ketika anak menangis ingin main di luar. Kita harus memvalidasi emosinya. “Ooo adik lagi sedih ya? kesal ya? karena tidak boleh main di luar?” “Iya Bunda juga mau main di luar kok, kayaknya enak ya?” “Tapi, di luar lagi banyak virus, jadi kita main di rumah saja, yuk.”

Membuat pilihan, setelah itu kita berikan pilihan, “adik mau dibacakan buku atau bernyanyi bersama bunda?” dari situlah kita melatih anak berpikir dan mengambil keputusan.

Finansial: Belajar bertransaksi tanpa pendampingan. Di masa ini kita sudah boleh minta bantuan si kecil untuk berbelanja ke warung. Misalnya kita berikan uang Rp.6.000 lalu kita minta kepadanya untuk membelikan gula 1/4. Jangan lupa beri tahu harganya, ya Mom. Baiknya berbelanja ke warung terdekat dahulu, ya Mom.

Agama: Meniru gerakan salat dan menghafal surat sesuai usia. Menghafal surat sesuai usia, misalnya anak kita usia 3 tahun, jadi baru yang di hafalkan, surat Al-fatiha, Al-Ikhlas, dan Al-falaq. Jadi kita tidak memberatkan daya pikir buah hati.

Usia Berbunga (5-7 tahun) Target: Sosial

Ilustrasi perkembangan sosial anak / Foto: Pexels.com / Rdne


Fisik: Keramas, sikat gigi, merapikan tempat tidur, tanggung jawab sekeluarga, membaca lalu mengaji, cebok BAB, masak.

Pada usia ini anak sudah harus bisa melakukan keramas, sikat gigi, cebok BAB, mandi, makan sendiri. Lalu berikanlah tangggung jawab pada anak untuk merapikan tempat tidurnya sendiri. pada usia 7 tahun barulah anak mulai melakukan kegiatan membaca dan mengaji. Memasak pun baru yang sederhana, misalnya memasak nasi, memasak sop, atau sekedar memanggang roti. Setiap satu tahun, berikanlah satu atau dua tanggung jawab menu masakan.

Tanggung jawab sekeluarga, maksudnya di sini adalah, anak diajarkan untuk mencuci pakaian sekeluarga. Misal pakaian ayah, bunda, dan adik atau kakaknya ia cuci. Terkesannya tega, ya? Tapi sebenarnya di sinilah kita untuk mendidik anak menjadi mandiri. Ia memiliki life skill ketika kita meninggal nanti, ia mampu merawat dirinya sendiri, dan kita menyiapkan anak-anak kita untuk menjadi pasangan orang lain, kelak.

Sosial: Tidak tantrum, sekolah, observasi penerimaan tamu, problem solving. Di usia 5 tahun seharusnya anak sudah tidak mengalami tantrum lagi, usia berbunga ini anak sudah melakukan kegiatan sekolah. Jika buah hati ingin disekolahkan usia 6 tahun, maka kita memasuki pra sekolah pada usia 5 tahun.

Sebaiknya kita menarik usianya satu tahun dari usia sekolah sebenarnya. Agar, anak tidak merasakan jenuh, ia sudah puas bermain, dan ketika usia 7 tahun, disitulah saraf otaknya mulai bersambungan dan siap menerima pelajaran.

Biarkanlah anak bebas bermain, jangan telalu cepat merenggut masa kanak-kanaknya. Jika tidak, ia akan menjadi dewasa kekanak-kanakan.

Ibu Elly Risman

Observasi penerimaan tamu, juga dilakukan anak usia berbunga, misal anak sudah bisa mengatakan, “masuk om atau tante.” “silakan duduk om” “tunggu ya om”, dan sebagainya.

Finansial: Membeli barang tanpa pendampingan, membuat list belanjaan.

Agama: Salat, puasa, mengaji. Ketika kita ingin anak melakukan ibadah, satu kunci yang harus kita paham. Yaitu, anak HARUS SUKA DULU. Jadi agar anak mau mengerjakannya dengan ikhlas anak harus suka dulu, sejak ia masih kecil, berikanlah input positif tentang agama. Misalnya, “kita berterima kasih yuk, sama Allah karena telah diberi nikmat untuk berkumpul kembali di pagi hari ini.” atau “Allah itu suka sama anak yang berbicara baik, lho nak.”

Hindari, ucapan “jangan ngomong kasar, nanti dipotong lidahnya sama Allah, lho.” ucapan seperti itu adalah input negatif tentang agama. Tentang sang Mahakuasa. Maka dari itu, berhati-hatilah jika ingin berucap , ya Mom.

Usia Berbuah (8-11 tahun) Target: Agama

Ilustrasi tahapan agama pada tumbuh kembang anak / Foto: Pexels.com / Mohammadasbad


Fisik: Semua di atas sudah selesai, penambahan tanggung jawab pertahun, baik masak, dan belajar.

Sosial: Menjenguk, menerima tamu, menangani bullying, berlatih menjadi orang tua. Berlatih menjadi orang tua, dalam artian, mampu memandikan adiknya, mampu membantu ayah bunda dalam mengurus si kecil, misalnya memakaikan pakaian, mendongengkan si adik. Jadi, ketika kelak ia menjadi orang tua, insyaallah ananda sudah siap dan mengetahui ilmunya.

Finansial: Bisnis kecil-kecilan, ajak berbelanja, pengaturan keuangan. Bisnis kecil-kecilan, bisa kita ajari buah hati untuk berjualan puding, atau aksesoris, dan sebagainya. Jika ia sudah mendapatkan hasil dari jualannya tersebut, barulah kita ajarkan pengaturan keuangan, sekian untuk ditabung, sekian untuk disedekahkan, mana kebutuhan mana hanya keinginan yang tidak mesti untuk dipenuhi.

Agar dewasa kelak anak memahami mana yang benar kebutuhan mana yang keinginan. Jika kita sudah melatihnya sejak kecil, insyaallah ananda paham dan terbiasa dengan hal tersebut. Sehingga buah hati mampu memanfaatkan uang sebaik-baiknya.

Agama: Persiapan baligh.

Setelah mendapatkan ilmu di atas, kita penting sekali membuat kurikulum keluarga, dengan cara membuat list, mana saja yang sudah terpenuhi dan mana yang belum terpenuhi oleh buah hati sesuai usianya.

Sehingga, yang belum terpenuhi tersebut menjadi PR bagi ayah bunda untuk mengisi kekosongan ananda. Namun, sebaiknya sebelum memulai membuat list tersebut kita harus menyamakan visi terlebih dahulu dengan pasangan, ya.

Setelah selesai kita membuat kurikulum tersebut, kita harus melakukan evaluasi dengan pasangan, mana saja yang belum terpenuh di dalam kurikulum yang kita buat tadi. Ayahlah tugas untuk mengevaluasi dan bundalah tugas untuk mendampingi muridnya yaitu anak-anak tercinta.

Itulah madrasah keluarga. Ayah sebagai kepala sekolah. Meski, jarang hadir namun kehangatannya tetap terasa. Bunda sebagai pendidik, penuh cinta kasih dan kelemah lembutan. Dan anaklah muridnya, perlu bimbingan dan arahan agar menjadi penerus salih/saliha.

Laila Dzuhria

 

Komentar