Potensi Anak
Ilustrasi hasil belajar/ Foto: Pexels.com/Rdne |
Etika Menyampaikan Hasil Belajar Siswa
Oktober 2024, tepatnya dua bulan lalu, adalah waktu pengambilan nilai perkembangan sementara Omar, di SD Alam Kebun Tumbuh. Hari itu, adalah hari yang kunanti, dimana setiap fasilitator senantiasa menyampaikan semua kebaikan murid-muridnya diiringi dengan masukan yang positif, tentunya.
Bahkan aku pun sempat kagum dengan para fasilitator sejak Omar kelas 1 dan 2 SD, tidak ada sedikitpun para pengajar yang menjatuhkan Ananda. Semua, menguatkan, berbicara kelebihan-kelebihan anak didiknya. Hingga, aku senantiasa terharu.
Namun, di kelas 3 ini, ada yang berbeda. Baru saja aku menyanggahkan tubuh berhadapan dengan fasilitoatornya, seorang guru yang berjilbab biru tua, mengatakan "Omar banyak PRnya, bun." Ia berkata sambil mengambil hasil belajar Omar. Saat itu juga jantungku terhujam. Entah aku harus marah pada Omar atau tidak. Namun, aku kaget setengah mati. Karena, sebelumnya tidak ada fasilitator Sekolah Alam Kebun Tumbuh yang seperti itu.
Sambil membuka buku raport, beliau mengatakan "Omar banyak tertinggalnya, Bun. Lambat sekali dengan teman-temannya, selalu terakhir selesainya." Dilanjut dengan omongan seorang guru laki-laki berrambut ikal cokelat "tolong dibimbing lagi ya bun Omarnya"
Dalam hatiku berkata, "Bukannya, kita harus sama-sama membimbing, ya? Di rumah aku sudah mati-matian mengajarinya. Tetapi kesannya aku yang salah"
"Sampai saya tanya ke Omar bun, saat UTS kemarin, Omar belajar nggak sih, di rumah?" Ucap Ibu Guru. "Tapi, Omar tanggungjawab kok Bun. Pas teman-teman selesai, dia masih mau menyelesaikan tugasnya." Tambah Bapak Guru.
"Oh iya, memang Omar anak yang tanggungjawab. Ia memang ada penyakit thalasemia, yang menghambat kognitifnya. Tapi, setahu saya adabnya, tanggungjawabnya, selalu dibanggakan oleh guru-guru sebelumnya. Dan Omar olahraganya, oke dong? Karena dia memang kelebihannya di sana." Sanggahku.
"Ini pun nilai raportnya bagus karena kami bantu, ya Pak dengan kesehariannya Omar. Kalau nggak mah.... ya nggak tahu deh ya." Ucap Ibu guru berjilbab biru tua sambil melihat ke rekannya dengan tangan mengelus buku raport Omar.
Mereka pun membahas baca tulis Omar yang masih belum terlalu mahir. Hingga aku disarankan memasukkan Omar untuk les baca tulis. Aku iyakan saja, namun tetap hasil akhir ada pada keputusan kepala sekolah ABK. Ya, Madrasah kami di rumah.
Akhirnya pengambilan hasil belajar Omar selesai.
Setibanya di rumah, aku tumpahkan perasaanku pada suamiku. "Bilang sama gurunya, kalau Ibu melihat dari akademis, berarti Ibu salah memposisikan diri. Karena Kebun Tumbuh mengedepankan ahlak bukan nilai akademis." "Nilai raportkan memang diambil dari keseharian juga, kenapa dia komentar seperti itu?" Aku pun meminta suami agar selalu bersama-sama mengambil hasil belajar anak-anak.
Menurutku seorang guru tidak hanya ahli dalam mengajar, tetapi juga harus memiliki skill dalam berkomunikasi kepada siswa dan orang tua murid. Karena, guru harus mampu menyampaikan hasil perkembangan siswa secara runut, tidak langsung menjatuhkan. Jikalau siswa memiliki kekurangan yang harus dikuatkan kembali potensinya, harus menyampaikan dengan sopan dan santun.
Guru pun tidak boleh membandingkan murid yang satu dengan yang lainnya. Karena, setiap anak itu spesial, mereka memiliki potensinya masing-masing. Tidak melulu soal nilai yang tertoreh di atas kertas.
Baca Juga: Tips Menahan Emosi pada si Kecil
Potensi Anak Berbeda-beda
Hari terus berlalu, tibalah di bulan ini, Desember 2024 dimana Omar mengikuti kejuaraan silat, yang diselenggarakan oleh Perisai Diri, ekskul yang diikuti olehnya. Anak-anak terpilih dalam beberapa kategori.
Dokumen Pribadi |
Dari delapan murid, Omar dan dua seniornya masuk ke dalam kategori fighting dan teman-teman lainnya masuk dalam kategori solospell. Saat pertandingan tiba, ia pun tidak gugup sama sekali, ia tenang. Hingga akhirya Omar meraih Medali Emas.
Kesimpulan
Ilustrasi anak cerdas / Foto: Pexels.com / Mart Production |
Potensi setiap anak tentu berbeda-beda dan munculnya pun tidak bisa kita paksakan secepat kilat. Anak pun memiliki karakter kecerdasan yang berbeda-beda, mulai dari:
1. Kecerdasan Logis atau Matematika
2. Kecerdasan Kinestetik atau Gerak
3. Kecerdasan Naturalistik
4. Kecerdasan Intepersonal
5. Kecerdasan Spasial dan Visual
6. Kecerdasan Bahasa
7. Kecerdasan Musikal
Ilustrasi anak dengan kecerdasan musikal / Foto: Pexels.com / Tima Miroshnichenko |
Yes,sebagai guru aku tahu betul bahwa setiap anak itu unik dan punya kelebihan masing-masing. Cuma saya juga adalah wali kelas, dan memang penting menyampaikan kelebihan dan kekuranngan anak didiknya agar ortu juga tahu. Tidak perlu menyalahkan atau membandingkan anak-anak, mereka spesial dan perlu kerjasama semua pihak untuk tumbuh kembangnya.
BalasHapusBetul mas, saat itu benar-benar runtuh hatiku, hampir semua yang disampaikan adalah keburukan Omar. Alhamdulillahnya, Allah mampu mengangkat derajat Omar dengan meraih medali emas saat pertandingan silat kemarin.
HapusTidak ada anak yang bodoh, semua anak pintar. Big proud Omar, you deserve it!
BalasHapusIya mbak masyaallah banget.... akhirnya Omar menunjukkan dengan prestasinya. Semoga gurunya "melek" ya
HapusSepakat banget deh kalau emang anak-anak itu punya berbagai potensi yang beda-beda. Sekarang kita harus bisa memahami hal itu alih-alih menuntut anak sesuai keinginan kita.
BalasHapusIya benar mas.. harus paham bahwa setiap anak itu berbeda keahliannya.
HapusSaya kaget juga saat membaca ucapan guru seperti itu. Harusnya disampaikan dengan kalimat yang santun. Dan saya setuju sekali, setiap anak itu mempunyai kemampuan berbeda. Jadi sedih memang kalau anak dibanding-bandingkan. Nantinya juga tidak semua anak akan sukses di jalur akademik, tapi ada olahraga, musik, dan lain-lain sesuai potensinya.
BalasHapusBenar mas.. jgn melulu org terpatok pada nilai di kerta gt lho ya.. toh anak ada yg keahliannya d musik, olahraga, dll.
HapusKesel banget ya ketemu guru yang seperti itu?
BalasHapusSalah seorang teman yang kebetulan punya anak istimewa, IQ dibawah rata-rata anak lainnya, pernah kesal karena anaknya disebut idiot
Sesudah dipindah sekolahnya, sang anak mengalami kemajuan
Bahkan kini sudah mengelola toko serta cafe di lokasi strategis Kota Bandung
Masyaallah nah ini jn judge yg buruk2...kita perlu support anak. Bahkan suami pernah blg lho, klo tmn2 Omar atau murid2 ada yg kesusahan menerima pelajarannya, bukan salah anaknya tp salah gurunya.
HapusIni pernah kualami ketika menjadi konselor pendidikan anak. Ada etika ketika menyampaikan hasil dari test siswa ke orang tua kala itu. Namun tetap berusaha menyampaikan sejujur-jujurnya tanpa membuat orang tua atau pun siswa terluka. Kalau hasilnya kurang sesuai capaian belajar (CP) ada baiknya menjelaskan capaian apa yang kurang, bukan membandingkan dengan teman-teman yang terdepan dari siswa. Keep strong, Bun! :D
BalasHapusIya bun, dl yg guru2 kelas 1 dn 2 juga gt. Ada yg kurang disampaikannya dg santun jd kita g drop. Lah ini??. Lgs makjleb.
HapusKomunikasi yang efektif antara guru dan orang tua sangat krusial. Cara penyampaian hasil belajar sangat berpengaruh pada psikologis anak dan orang tua. Guru seharusnya memberikan dukungan, bukan malah memperburuk keadaan. Kuyakin omar punya potensi di hal tertentu dan tinggal diasah
BalasHapusIya mbak alhamdulillah ditunjukkan dg prestasi yg sesuai minatnya yaitu olahraga.
HapusSetiap anak dilahirkan dgn kecerdasan masing-masing. Tugas kita (orang tua, sekolah/guru) menuntun anak untuk berkembang sesuai kecerdasan yg dimilikinya. Tetap semangat
BalasHapusPembelajaran untuk kami para orang tua yang baru punya sikecil. Mengenali segala potensinya dan mengawal tumbuh kembangnya sungguh banyak sekali tantangannya ya bun, semangat selalu
BalasHapusSetiap anak spesial, punya kelebihan masing-masing yang gak perlu dibandingkan dengan anak lainnya apalagi di depan umum. Duuh nyesak banget pasti ya Mbak saat guru berjilbab biru tua itu menyampaikan hal 'sekejam' itu, huh.
BalasHapusTerbukti kan ya, Omar bisa meraih medali emas di bidang yang memang dikuasainya, dan pembawaannya juga tenang saat berlomba, keren Omar, good job :)
Setiap anak punya kelebihannya masing-masing. Tidak ada anak yang bodoh. Setiap anak berhak dapat dukungan bukan penghakiman dari orang dewasa...
BalasHapusWuadih, kok aku merasa patah hati baca cerita Mbak yang bagian dialog dengan gurunya itu. Bukannya menambahkan semangat ke orang tua, malah bikin down. Ini klo dia seorang dokter atau oerawat, main sakit loh pasiennya.
BalasHapus