Bullying






Haalloww momi momi saliha yang cantik..
Gw mau bahas tentang bullying kali ini  ksrena kita sering kali ya melihat anak-anak kita yang di bully dari hal kecil sampai besar.

Bully ada yang verbal - mengejek  ada juga yang kekerasan fisik - memukul, menonjok, mencubit, dan lain sebagainya. 

Nah, kemarin itu anak sulungku pulang mengaji, sambil berlinang air mata. Dia bilang, gelas untuk bukber teman-teman TPQnya tumpah, dan dia ditonjok temannya. Hati ibu mana yang nggak geram saat mendengarnya? Lagi-lagi nama itu yang dia sebut, yang dulu pernah mukul sulungku dengan meja plastik hingga ujung jempolnya terluka sedikit. 

Ketika si kakak ngadu, aku coba untuk tenang, dan menerima dahulu perasaannya. "Ya Allah sedih banget kakak ya? Takut ya? Sebal ya? Nggak apa, kakak kalau mau nangis, nangis aja, teriak aja biar lega." Ucapku 

Sesaat tidak sampai lima menit aku biarkan sulungku menangis, agar hatinya lega. Barulah kita berbuka dan mengobrol. Aku tanya sama dia, apakah minumannya tumpah kena teman? Dia bilang tidak. "Kamu sudah bilang belum sama teman kalau ditonjok itu sakit?" Tanyaku, dan sulungku bilang sudah, tetapi sama temannya dibalas kembali dan akhirnya dia memilih pulang.

Dia pulang bukan karena "cemen" seperti orang pikir. Tetapi dia pulang karena, 1. Mencari tempat ternyamannya. 2. Dia mengalah untuk menghindari seseorang yang tak mampu meluapkan perasaannya melalui kata (tak mampu berkomunikasi baik). Hanya bisa mengungkapkan dengan kekerasan. 

Ketika si kakak bercerita aku pun tidak langsung menelan semua seratus persen. Aku mencoba mencari orang lain yang melihat kejadian. Tetapi sayangnya di tempat mengajinya tidak semua mata siap mengawasi murid-murid. Ya, seperti kejadian waktu itu, tak ada yang melihat, jikapun sudah mengadu tak dipedulikan oleh pendidik. 

Sempat berpikir lebih baik si sulung diberhentikan saja dari TPQnya, tetapi saat kutanya apakah dia masih mau mengaji di musala atau tidak, dia bilang mau. Oke aku berpikir, tidak boleh membuat dia jadi pengecut. Ini hal bagus karena tandanya dia siap untuk menerima apapun yang ada dihadapannya. 

Parahnya lagi adalah, ketika malam tiba, si sulung bermain dengan teman-temamnya, ia menjadi bahan bullyan. Ia diejek anak cengeng, digodain sambil mimik orang menangis. Yang membuat saya amazing adalah, si anak yang memiliki TPQ itu yang membully anakku. Coba, jika kamu ada diposisiku, kesal tidak? Pasti ya. 

Mungkin zaman sekarang pelajaran adab, budi pekerti, yang seharusnya didapat dari rumah sudah jarang didapat. Mungkin orang tua hanya berpikir anak cukup diberi makan, sudah kerepotan dengan anak lainnya, sehingga pelajaran sopan satun, empati, simpati hilang tanpa disadari oleh orang tua. 

Atau mungkin karena melihat tindakan dari orang tua, sehingga anak mampu melakukan bullying? Entahlah. 

Tetapi aku mau mengingatkan kembali kepada kita yang mungkin lupa, mari kembali kita ajarkan sopan santun kepada buah hati. Bagaimana empati kita ketika melihat teman sedoh, terjatuh, dan lain sebagainya. Bukan diejek, ditertawakan, lalu kita abai terhadap sikapnya.

Kita memiliki tugas sebagai orang tua untuk mengarahkan buah hati, mendidiknya tidak hanya akademis semata, tetapi lebih penting mendidik menjadi pribadi beradab. 

Karena, yang aku lihat, banyak anak kehilangan arah untuk menjadi pribadi sopan, empati, simpati, lemah lembut, menyelesaikan masalah dengan gagasan, bukan kekerasan.

Semoga kita yang membaca tulisan ini mampu menjadi orang tua sadar akan ilmu, sadar akan mendidik buah hati untuk beradab, berempati, simpati, dan mampu menyelesaikan masalah dengan baik.

Komentar